Terimakasih
Pejuang Kuliner yang Melekat di Rasa
Tangan
di atas lebih baik daripada tangan di bawah,
ya inilah ungkapan yang penuh dengan makna. Ungkapan yang tujuannya sangat
mulia dan jika benar-benar diterapkan pada semua orang, maka akan dapat merubah
dunia menjadi penuh dengan keindahan kasih sayang. Ketika seseorang memutuskan
untuk lebih baik memberi sesuatu kepada sesama dan memiliki prinsip bahwa
perbuatan demikian merupakan suatu hal yang lebih baik daripada diberi, maka
semua orang akan merasakan bahagia dalam kecukupan anugerah yang telah diberikan
oleh Sang Pencipta. Namun jika seseorang berpikiran selalu ingin di beri, maka pola
pikir yang demikian akan melatih diri menjadi orang yang selalu merasakan
kekurangan. Jika perasaan kurang selalu berkecambuk dalam benak, apakah hal
yang demikian merupakan cerminan dari rasa syukur kepada Sang Pencipta? Apakah
Sang Pencipta akan menambah nikmat yang selalu diberikan-Nya selama ini,
sedangkan diri selalu mengeluh merasa berkekurangan?
Terdapat
sebuah ungkapan bahwa Sang Pencipta akan
menambah nikmat kepada seseorang apabila ia bersyukur dan akan mengurangi
nikmat tersebut apabila ia selalu mengeluh. Ya, sepertinya ungkapan ini dapat
menjawab pertanyaan di atas, bukan? Oleh karena itu, jangan harap jika selalu
mengeluh berkekurangan maka akan hidup dalam kebahagiaan. Karena kebahagiaan hanya
bisa disambut oleh diri sendiri dengan banyak bersyukur, kemudian Sang Pencipta
akan menambah kebahagiaan itu. Terkait dengan hal ini, mengenai memberi dan diberi,
ada beberapa orang yang masih memilih jalan hidupnya menjadi seorang yang
selalu diberi ditengah jutaan orang yang telah bahagia setelah menerapkan
prinsip memberi. Siapakah dia? Ya, dia biasanya dikenal dengan sebutan
pengemis.
Biasanya pengemis dapat ditemui di setiap stopan
lampu merah jalan raya. Namun ada juga yang bekeliling atau duduk di suatu
tempat dengan menengadahkan tangannya ke atas. Tak sedikit orang yang merasa iba
kepadanya sehingga memberikan uang kepada pengemis tersebut, terlebih lagi jika
melihat anak kecil atau orang tua renta. Ya, anak kecil dan orang tua renta biasanya
mereka yang sangat mendapatkan perhatian orang banyak. Sedangkan orang yang
terlihat masih muda dan layak untuk bekerja, sangat disayangkan memilih prinsip
hidup selalu ingin diberi tanpa adanya usaha. Memang semuanya sangat
disayangkan, termasuk anak kecil dan orang tua renta. Betapa tidak, pernahkah
berpikir bahwa siapakah penerus bangsa ini? Tentunya anak kecil yang akan
menjadi orang dewasa. Apa jadinya bangsa ini jika anak yang masih kecil diajarkan
prinsip hidup yang selalu ingin diberi? Maka mungkin inilah jawaban bahwa pantas
saja orang tua renta berkeliaran mencari belas kasih di jalanan, kemanakah anak
yang harusnya mengurusinya? Karena ketika masih anak-anak, mereka sudah
diajarkan prinsip hidup ingin selalu diberi, maka pada orang tuanyapun jangan
harap akan memberi, mereka akan selalu merasa berkekurangan.
Ditengah berpulah orang memilih jalan hidup selalu
ingin di beri, namun berjuta orang lebih memilih prinsip hidup selalu memberi
dan terbukti selalu bahagia dengan segala nikmat yang diberikan Sang Pencipta. Ketika
prinsip hidup selalu ingin memberi telah muncul, maka akan selalu ada keinginan
untuk berusaha dan bekerja keras untuk memiliki sesuatu agar dapat memberi. Usaha
inilah yang disebut dengan berkarya ataupun bekerja. Membahas tentang usaha,
teringat seorang kakek tua renta yang berkeliling menjualkan makanan berupa
botok roti. Botok roti ialah makanan berasa manis yang berisi roti dan pisang
dengan paduan gula merah dan gurihnya santan serta sedikit telur yang dibalut
dengan daun pisang kemudian dikukus.
Sang kakek dalam tulisan ini saya sebut sebagai
pejuang kuliner, ya mengapa tidak? Kakek ini meskipun telah lanjut usia, namun
ia dengan gigihnya masih dapat berjalan jauh berkeliling rumah menjualkan botok
roti. Dulu biasanya ia datang di depan rumah yang pernah saya tinggali setiap
sore hari. Padahal sudah setua itu, namun ia tetap mau bekerja dan berusaha
mencari uang dengan cara yang baik. Inilah cerminan dari prinsip hidup selalu
ingin memberi. Dalam keadaan apapun dan tidak mengenal usia, selagi mampu bekerja
agar dapat memberi, maka bekerja dengan cara yang baik pun dilakukannya.
Sang kakek selain sebagai pejuang kuliner yang
begitu gigih, dari raut mukanya terpancar penuh kebahagiaan meski keranjang
botok roti yang dibawanya terlihat sangat berat. Kakek ini juga terlihat selalu
mensyukuri atas segal kecukupan nikmat yang telah Sang Pencipta berikan. Ketika
berkeliling menjualkan dagangannya dengan berjalan, iapun sambil mendengarkan
ayat-ayat suci Al-Qur’an di radio tuanya. Sungguh seorang yang sangat
menginspirasi kehidupan. Apakah ada yang terinspirasi juga?
Setelah beberapa tahun berlalu, hingga hari ini saya
teringat dengan kakek itu, ketika saya berada di tempat yang sama, namun entah
tak pernah lagi melihatnya dan tak pernah lagi mencicipi nikmatnya botok roti
yang dijualnya. Entah kemanakah sekarang kakek itu berada, tanpa mengetahui
namanya, ia adalah pejuang kuliner yang melekat di rasa, yaitu rasa manisnya
botok di lidah dan rasa terinspirasi di relung jiwa. Entah dimanakah keberada
sang pejuang kuliner saat ini, namun semoga kehidupannya selalu dalam
keberkahan Sang Pencipta. Terimakasih atas inspirasinya pejuang kuliner yang
melekat di rasa.
Cirebon, 1 Juni
2015
Vivi Sophie
Elfada
#NulisRandom2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar