Senin, 01 Juni 2015

Terimakasih Pejuang Kuliner yang Melekat di Rasa



Terimakasih Pejuang Kuliner yang Melekat di Rasa

Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, ya inilah ungkapan yang penuh dengan makna. Ungkapan yang tujuannya sangat mulia dan jika benar-benar diterapkan pada semua orang, maka akan dapat merubah dunia menjadi penuh dengan keindahan kasih sayang. Ketika seseorang memutuskan untuk lebih baik memberi sesuatu kepada sesama dan memiliki prinsip bahwa perbuatan demikian merupakan suatu hal yang lebih baik daripada diberi, maka semua orang akan merasakan bahagia dalam kecukupan anugerah yang telah diberikan oleh Sang Pencipta. Namun jika seseorang berpikiran selalu ingin di beri, maka pola pikir yang demikian akan melatih diri menjadi orang yang selalu merasakan kekurangan. Jika perasaan kurang selalu berkecambuk dalam benak, apakah hal yang demikian merupakan cerminan dari rasa syukur kepada Sang Pencipta? Apakah Sang Pencipta akan menambah nikmat yang selalu diberikan-Nya selama ini, sedangkan diri selalu mengeluh merasa berkekurangan?

 Terdapat sebuah ungkapan bahwa Sang Pencipta akan menambah nikmat kepada seseorang apabila ia bersyukur dan akan mengurangi nikmat tersebut apabila ia selalu mengeluh. Ya, sepertinya ungkapan ini dapat menjawab pertanyaan di atas, bukan? Oleh karena itu, jangan harap jika selalu mengeluh berkekurangan maka akan hidup dalam kebahagiaan. Karena kebahagiaan hanya bisa disambut oleh diri sendiri dengan banyak bersyukur, kemudian Sang Pencipta akan menambah kebahagiaan itu. Terkait dengan hal ini, mengenai memberi dan diberi, ada beberapa orang yang masih memilih jalan hidupnya menjadi seorang yang selalu diberi ditengah jutaan orang yang telah bahagia setelah menerapkan prinsip memberi. Siapakah dia? Ya, dia biasanya dikenal dengan sebutan pengemis.

Biasanya pengemis dapat ditemui di setiap stopan lampu merah jalan raya. Namun ada juga yang bekeliling atau duduk di suatu tempat dengan menengadahkan tangannya ke atas. Tak sedikit orang yang merasa iba kepadanya sehingga memberikan uang kepada pengemis tersebut, terlebih lagi jika melihat anak kecil atau orang tua renta. Ya, anak kecil dan orang tua renta biasanya mereka yang sangat mendapatkan perhatian orang banyak. Sedangkan orang yang terlihat masih muda dan layak untuk bekerja, sangat disayangkan memilih prinsip hidup selalu ingin diberi tanpa adanya usaha. Memang semuanya sangat disayangkan, termasuk anak kecil dan orang tua renta. Betapa tidak, pernahkah berpikir bahwa siapakah penerus bangsa ini? Tentunya anak kecil yang akan menjadi orang dewasa. Apa jadinya bangsa ini jika anak yang masih kecil diajarkan prinsip hidup yang selalu ingin diberi? Maka mungkin inilah jawaban bahwa pantas saja orang tua renta berkeliaran mencari belas kasih di jalanan, kemanakah anak yang harusnya mengurusinya? Karena ketika masih anak-anak, mereka sudah diajarkan prinsip hidup ingin selalu diberi, maka pada orang tuanyapun jangan harap akan memberi, mereka akan selalu merasa berkekurangan.

Ditengah berpulah orang memilih jalan hidup selalu ingin di beri, namun berjuta orang lebih memilih prinsip hidup selalu memberi dan terbukti selalu bahagia dengan segala nikmat yang diberikan Sang Pencipta. Ketika prinsip hidup selalu ingin memberi telah muncul, maka akan selalu ada keinginan untuk berusaha dan bekerja keras untuk memiliki sesuatu agar dapat memberi. Usaha inilah yang disebut dengan berkarya ataupun bekerja. Membahas tentang usaha, teringat seorang kakek tua renta yang berkeliling menjualkan makanan berupa botok roti. Botok roti ialah makanan berasa manis yang berisi roti dan pisang dengan paduan gula merah dan gurihnya santan serta sedikit telur yang dibalut dengan daun pisang kemudian dikukus.

Sang kakek dalam tulisan ini saya sebut sebagai pejuang kuliner, ya mengapa tidak? Kakek ini meskipun telah lanjut usia, namun ia dengan gigihnya masih dapat berjalan jauh berkeliling rumah menjualkan botok roti. Dulu biasanya ia datang di depan rumah yang pernah saya tinggali setiap sore hari. Padahal sudah setua itu, namun ia tetap mau bekerja dan berusaha mencari uang dengan cara yang baik. Inilah cerminan dari prinsip hidup selalu ingin memberi. Dalam keadaan apapun dan tidak mengenal usia, selagi mampu bekerja agar dapat memberi, maka bekerja dengan cara yang baik pun dilakukannya.

Sang kakek selain sebagai pejuang kuliner yang begitu gigih, dari raut mukanya terpancar penuh kebahagiaan meski keranjang botok roti yang dibawanya terlihat sangat berat. Kakek ini juga terlihat selalu mensyukuri atas segal kecukupan nikmat yang telah Sang Pencipta berikan. Ketika berkeliling menjualkan dagangannya dengan berjalan, iapun sambil mendengarkan ayat-ayat suci Al-Qur’an di radio tuanya. Sungguh seorang yang sangat menginspirasi kehidupan. Apakah ada yang terinspirasi juga?

Setelah beberapa tahun berlalu, hingga hari ini saya teringat dengan kakek itu, ketika saya berada di tempat yang sama, namun entah tak pernah lagi melihatnya dan tak pernah lagi mencicipi nikmatnya botok roti yang dijualnya. Entah kemanakah sekarang kakek itu berada, tanpa mengetahui namanya, ia adalah pejuang kuliner yang melekat di rasa, yaitu rasa manisnya botok di lidah dan rasa terinspirasi di relung jiwa. Entah dimanakah keberada sang pejuang kuliner saat ini, namun semoga kehidupannya selalu dalam keberkahan Sang Pencipta. Terimakasih atas inspirasinya pejuang kuliner yang melekat di rasa.

Cirebon, 1 Juni 2015
Vivi Sophie Elfada
‪#‎NulisRandom2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar