Masa di Batas Akhir
Aku ingin hanya jika aku ingin.
Aku bangun hanya jika aku ingin bangun,
tak perduli justru aku tertinggal dan terlindas,
terlebih lagi pulih dari kecewa tak semudah goresan pensil dihapus dengan penghapus.
Bahkan penghapuspun terkadang dapat membuat kertas mengelupas karena terlalu berusaha keras menghapus yang pernah tertulis.
Aku tahu ini bukanlah titik akhir,
namun aku merasa masa itu telah di batas akhir.
Sekalipun aku pernah mengelak dan pergi, namun aku kembali tertarik dan masuk ke dalam ruang yang lebih dalam lagi.
Namu sekali lagi masa itu telah berada di batas akhir, sekalipun aku kembali, mungkin hanya sepoi angin yang menyambut.
Tiada lagi megah panggung tempatku berdiri.
Tiada lagi gemerlap cahaya lampu yang menyoroti hanya pada tempatku berdiri.
Tiada lagi kerumunan mata yang memandang kearah tempatku berdiri.
Tiada lagi pasang-pasang telinga yang mendengarku bersajak.
Hanya saja aku bukan lagi berada di masa itu.
Ketika kata pantas dan tak pantas disematkan,
hanya saja aku tak lagi pantas.
Apa latar belakangmu?
Pertanyaan berbelit itu hanya coba buatku tak kembali.
Obrolan tak berarah kembali buatku merasa ingin mundur.
Satu, Dua, Tiga...
Mundur perlahan sambil kepalkan tangan.
Tunggu aku jika aku ingin.
Tunggu aku jika aku ingin menjawab,
namun tak kan aku jawab dengan ucapanku,
tapi "lihatlah aku sekarang, maka pantaskah?"
Sombong buatmu terperosok jatuh.
Menjatukan buatmu malu nanti.
Nanti lihatlah cerita diakhir, ini barulah masa dibatas akhir, bukan akhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar