Jumat, 12 Agustus 2016

Reward Hanya untuk yang Benar dan Punishment Hanya untuk yang Salah

Reward Hanya untuk yang Benar dan Punishment Hanya untuk yang Salah

Tulisan ini bermula dari pengalaman saya mengajar di dunia nyata dalam kurun waktu satu tahun kurang satu bulan dengan dibandingkan teori yang pernah saya terima dalam sebuah seminar dan sebuah buku yang bersumber dari nara sumber yang sama.

Beberapa tahun yang lalu saya pernah mengikuti seminar seputar pendidikan yang pematerinya merupakan penulis buku terkenal. Saya sendiri sebenarnya belum sempat membaca buku karangannya ketika mengikuti seminar. Namun setelahnya, karena penasaran maka saya meminjam buku karangan beliau di perpustakaan.
Inti pemikiran beliau ialah, hendaknya membiarkan anak dalam melakukan segala hal untuk mengembangkan kreativitasnya. Hindari kalimat "jangan" atau "tidak boleh". Hindari segala bentuk pelarangan apapun. Hindari memarahi, hindari memberikan punishment. Karena menurut pendapat beliau segala bentuk pelarangan tersebut hanya akan dapat menghentikan kreativitasnya, akan membunuh kreativitasnya. Sampai-sampai beliau mencontohkan bahwa siswa yang berlaku tidak rajin, sangat malas sehingga kurang pandai dalam akademiknya karena kemalasannya tersebut, oleh guru dalam cerita ia memuji anak tersebut sehingga logikanya siswa menjadi "malu" dan akhirnya merubah prilakunya menjadi lebih rajin lagi dalam belajar. Contoh tersebut menggambarkan meskipun siswa salah, siswa tetap dipuji agar ia berpikir mengapa guru memujinya padahal ia berbuat salah, maka ia akan malu dan akhirnya berprilaku seperti sesuai dengan pujian dari gurunya. Namun bagaimanakah kenyataan dilapangan jika hal tersebut dilakukan?

Saya telah menerapkan hal yang sama seperti dalam pemikiran teori pengarang buku sekaligus pemateri dalam seminar tersebut dan saya menerapkan pula hal yang berbeda dari buku tersebut di waktu yang tidak bersamaan. Hasilnya, siswa yang dididik dengan mengikuti sepenggal teori buku tersebut seperti menghasilkan produk salah asuh dan hasilnya terlihat jauh berbeda dengan menggunakan cara mendidik yang berlawanan dengan sebagian teori buku tersebut.

Inti dari pengalaman saya yaitu bahwa ketika siswa melakukan hal yang salah, maka katakan salah, dan tidak perlu takut untuk mberikan punishment yang tentunya punishment yang mendidik. Tidak perlu takut untuk mengajarkan kebenaran. Pujian adalah bentuk kecil dari sebuah reward. Jika siswa berbuat salah, maka katakan apa adanya, jangan malah diberikan pujian. Hal ini akan membuat siswa lain kebingungan. Suatu hal yang salah mengapa mendapat pujian atau reward? Jangan sampai karena siswa lain merasa iri terhadap temannya tersebut dan ingin dipuji juga maka ia melakukan kesalahan yang sama dengan temannya. Akhirnya hal ini menjadi peristiwa salah asuh. Ibaratkan siswa yang masih belum memahami mana yang benar dan mana yang salah, guru wajib menunjukkan kebenaran dengan memberikan punishment hanya pada yang salah dan reward hanya kepada yang benar sekalipun reward tersebut hanya berupa pujian.

Ketika saya menerapkan reward dan punishment sesuai dengan haknya, terdapat perbedaan yang besar. Siswa yang diberi reward berupa pujian hanya ketika ia benar dan siswa yang diberi punishmant hanya ketika ia salah membuat mereka lebih berdisiplin dan memahami perbedaan yang jelas antara yang mana yang benar dan salah. Contoh hal yang sederhana yang saya lakukan ialah ketika siswa tidak mengerjakan PR saja dengan siswa yang tidak mengerjakan PR sekaligus terlambat masuk kelas karena bermain diluar kelas diberikan punishment yang berbeda sesuai proporsinya. Misalkan siswa yang tidak mengerjakan PR diberi punishment untuk menulis Q.S. Al-Ikhlas sebanyak satu kali karena hanya satu kesalahan yang ia lakukan. Sedangkan siswa yang tidak mengerjakan PR dan terlambat masuk kelas diberi punishment menulis Q.S Al-Ikhlas sebanyak dua kali karena ia melakukan dua kesalahan. Sedangkan siswa yang mengerjakan PR dan tepat waktu masuk ke dalam kelas diberi apresiasi berupa pujian dan menunjukkan kepada siswa yang melanggar bahwa temannya tersebut adalah contoh yang baik. Setelah saya menerapkan metode tersebut yaitu menempatkan reward dan punishmen sesuai dengan hak proporsinya, terbukti bahwa siswa lebih disiplin dan terdapat prilaku yang lebih baik dari yang sebelumnya.

Mungkin ini bisa menjadi refisi dari sepenggal teori buku yang pernah saya baca. Buku tersebut sebenarnya bagus, namun pada bagian pujian atau reward dan punishment harus tetap ada dan diterapkan sesuai dengan proporsi hakny yang tepat. Karena melalui reward dan punishment secara tidak langsung siswa sedang dididik agar mengetahui dengan jelas tentang perbedaan antara yang mana yang benar dan yang mana yang salah.

Wallahua'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar