Kamis, 15 September 2016

Sebuah Sudut Pandang: Karya dan Kaitannya dengan Kebutuhan Manusia



Sebuah Sudut Pandang:
Karya dan Kaitannya dengan Kebutuhan Manusia


Guru
Tak perlu melihat siapa ia kini dan nanti.
Ilmu seorang guru,
nilai-nilai ajaran luhurnya
akan selalu terpatri dalam hati muridnya,
yang pernah berguru padanya.
(Vivi Sophie Elfada)


Sebuah karya yang dihasilkan oleh insan, entah dihargai setinggi-tingginya ataupun tak terlalu dihiraukan oleh penikmat karya, point yang penting ialah MASIH dapat berkarya. Berhentinya seseorang dari sebuah karya yang pernah membuat namanya muncul dipermukaan khalayak umum adalah sebuah kemunduran besar. Seseorang yang dapat mempersembahkan karyanya untuk publik, berarti ia telah berada dalam tahapan aktualisasi diri yang merupakan tingkatan kebutuhan manusia tertinggi pada Piramida Maslow. Dengan kata lain, ketika seseorang tidak lagi mampu menghasilkan karya pada publik, berarti ia sedang memenuhi kebutuhan manusia yang berada pada tingkatan lebih rendah dari itu, bisa jadi bahkan sedang berapa pada kebutuhan dasar manusia.
Tulisan ini terinspirasi dari Bapak Prof. Dr. Maksum, M.A yang pernah memperkenalkan piramida Maslow pertama kali pada saya ketika semasa berkuliah. Piramida Maslow memperlihatkan terdapat lima tingkat kebutuhan manusia, urutan tersebut mulai dari tingkatan dasar atau terendah hingga tertinggi  ialah: 1) physiological, 2) safety, 3) Love/Belonging, 4) Esteem, 5) Self-actualization. Apabila manusia belum dapat memenuhi kebutuhan dasar atau terendahnya, yaitu physiological atau kebutuhan fisik, maka otomatis ia tidak akan mampu memenuhi tingkat kebutuhan yang ada di atasnya. Sebagai contoh ialah bagaimana bisa seseorang dapat menerbitkan sebuah karya berupa buku best seller yang merupakan sebuah aktualisasi diri jika kebutuhan dasar fisik dari kehidupannya saja tidak terpenuhi? Apakah tanpa makan, tanpa minum, tanpa pakaian, tanpa rumah, seseorang dapat menjadi penulis buku best seller? Tentu saja jawabannya TIDAK.


Maka bagi yang pernah berkarya namun berhenti di tengah jalan, bisa jadi kehidupan yang dialaminya tersebut sedang berubah. Ia mengalami kemunduran, yaitu berkutat dengan kebutuhan kehidupan manusia yang ada di bawah kebutuhan aktualisasi diri. Apalagi bagi yang sama sekali belum pernah berkarya, bisa jadi perspektif cara pandang pemikirannya hanya berkutat pada pemenuhan kebutuhan kehidupan tingkat dasar saja. Point penting di sini ialah bukan mengenai pengklasifikasian pencapaian seseorang tergolong ke dalam tingkat kebutuhan yang ada di dalam piramida Maslow, namun tentang bagaimana menumbuhkan dan membangkitkan kembali gairah untuk mengaktualisasikan diri. Apakah sebagai manusia hanya cukup pada pemenuhan kebutuhan dasar fisik saja? Lantas apa bedanya manusia yang katanya istimewa karena akal dan pikirannya, dengan makhluk Allah yang lainnya? Menumbuhkan semangat untuk mengaktualisasikan diri sangatlah mudah. Membangkitkan kembali semangat tersebut agak mudah. Menjaga semangat untuk mengaktualisasikan diri itulah yang perlu dijaga. Mari saling menumbuhkan dan membangkitkan semangat agar dapat menjaga setiap motivasi diri untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri.

Karya
Sesekali mencoba berkarya,
seperti menabung,
sedikit – demi sedikit
lama – lama menjadi bukit.
Meski satu buah karya yang dihasilkan,
namu secara rutin dipublikasikan,
lama – lama menjadi gudangnya karya.
(Vivi Sophie Elfada)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar