Sore menyambut
malam. Menantikan datangnya bulan yang berchaya akibat pantulan sang matahari
dari arah yang berlawanan. Sejenak, bumi ini terasa terhenti tatkala ku
berbaring terkapar sambil menahan rasa sakit. Pikiran entah melayang ke sana-ke
mari. Satu pertanyaanku, apakah aku benar-benar masih hidup? Ataukah ini
hanyalah sebuah mimpi belaka? Aku seakan merasakan ini begitu fana. Aku begitu
takut ketika nanti saat aku membuka mata dan aku sudah tiada lagi, tinggallah
berbagai pertanyaan yang harus ku jawab
bahwa untuk apakah umurku selama ini?
Aku coba
berdiri dan bertanya kembali dalam benak, jika ini begitu fana, siapakah aku?
Apakah aku ini? Untuk apakah aku ini ada? Apa sajakah yang telah aku perbuat?
Apakah hidup itu? Harus bagaimanakah aku ini? Jika suatu hari aku ditanya oleh
malaikat-malaikat, akankah aku mampu menjawabnya? Aku begitu takut. Siapakah
yang dapat menolongku? Apakah orang tuaku yang akan membantuku? Selama ini aku
hidup begitu bergantung dengan orang tuaku. Hal yang tak mampu aku lakukan
pastilah orang tuaku membantuku. Namun jika tiba waktunya nanti, akankah satu
dengan yang lain masih bisa membantu sedangkan ia sendiri akan ditanya dan
dipertanggungjawabkan seluruh yang ia lakukan? Otakku seakan melumpuh, tak
mampu memikirkan hal yang lebih jauh lagi. Aku begitu takut dan semakin larut
dalam kelam.
Aku terus
termenung ditengah detik waktu yang terus bergulir maju. Aku berbaring kembali
dan terus termenung. Ragaku di sini, namun entah seakan nyawaku melayang nyaris
tak menyatu dengan raga ini. Dalam galau bimbang yang teramat sangat, aku terus
berpikir keras. Apa yang harus aku lakukan? Aku begitu takut dan semakin larut
dalam cekaman. Dalam hati aku menangis, merintih menahan sakit yang ku rasa
pada ragaku ini dan menahan rasa takut yang mencekamku. Aku begitu gelisah dan
bertanya pada ayahku. Meski ingin rasanya ku menangis, tapi ku utarakan
maksudku dalam canda. Namun sepandainya anak menyembunyikan gelisahnya, orang
tua pasti mengetahuinya. “Berdzikirlah”. Hanya itu yang ia katakan padaku.
Selintas satu kata sederhana, namun penuh dengan makna yang begitu berarti.
Ya, kini aku
sadar ada hal yang salah padaku ini. Rupanya aku telah terlampau batas, aku
memikirkan hal yang tak seharusnya aku pikirkan. Dibalik gelisah ini, ada Yang
Maha Mendengar, Maha Menolong, Maha Memberi Petunjuk. Dialah Allah, Tuhan
semesta alam. Yaa Rabb, mungkin lewat sakitku ini, Engkau sampaikan pesan
penting ini padaku, agar aku selalu mengingat-Mu dalam setiap hela nafasku.
Engkau selalu ada dan memperhatikan setiap gerak-gerik hamba-Mu. Aku tersadar
sagala yang aku lakukan pastilah tak lepas dari pengawasan-Mu. Ketika aku
hampir melampaui batas dan terlalu asyik dengan duniaku yang fana, Engkau
ingatkan aku lewat hal-hal yang tak mungkin aku dapat menduganya. Mungkin jika
Engkau tak beri aku sakit, aku tak akan jera dan terus asyik dalam dunia fana
ini. Namun Engkau memang Maha Bijaksana, Engkau mengetahui segala yang aku
butuhkan. Aku membutuhkan pertolongan-Mu, aku membutuhkan uluran kasih
sayang-Mu, dan Kau selalu hadir membawa jawaban melalui berbagai perantara,
seperti melalui sakit ini dan Engkau luruskan dengan memberi hikmah melalui
orang yang sangat aku sayangi, yaitu ayahku. Yaa Allah, terimakasih atas
Kasih-Mu. Aku mohon ampunan-Mu. Aku ingin lebih dekat dengan-Mu. Aku ingin
lebih mengenal-Mu. Aku ingin lebih baik lagi dari sebelumnya, aku ingin menjadi
hamba-Mu yang taat. Yaa Allah, terimalah do’aku ini. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar