Dinginnya
malam mulai terasa begitu menusuk hingga ke dalam tulang. Seiring dengan itu,
pekat rindu ini semakin mengeruh. Entah hal apa yang sebenarnya mengganjal di
pikiranku saat ini. Aku hanya sedang menepi di tengah hiruk-pikuk ramainya
kepadatan kota di siang hari. Hanya ada suara jangkrik yang mengiringi lagu
malam ini. Kadang aku bertanya dalam diri, benarkah aku telah berjalan hingga
sejauh ini? Bagaimana mungkin aku bisa melangkah hingga berdiri tegap seperti
ini?
Jika
ku ingat kembali masa sulitku yang lalu, memang benar rasanya seakan ada
sesuatu yang telah mengatur ini semua. Mulai dari pertanyaan mengapa aku berada
di gurun tandus ini, hingga aku tahu jawabannya setelah berjalan jauh dan
menemukan oase. Lalu, mengapa aku bisa sampai di sini? Mengapa aku tak berlabuh
di tempat lain yang mungkin lebih keras daripada gurun tandus? Mengapa justru
tempat yang lebih indah yang aku singgahi? Rasanya seperti ajaib, rasanya
seperti ada yang telah mengatur ini semua, rasanya seperti ada yang menunjukkan
arah ini, rasanya seperti ada yang menjadi pelindung langkah ini.
Ya,
inilah jawaban dari semua pertanyaan: karena aku tak berjalan sendiri, tak akan
pernah mampu aku berjalan sendiri, karena selalu ada Dia yang membimbing serta
menunjukkan arah. Dialah Allah, Tuhan semesta alam. Betapa agungnya
kuasanya-Nya. Tiada daya dan upaya kecuali hanya dari pertolongan-Nya. Dia
begitu setia selalu ada dalam setiap langkah, selalu mengawasi setiap
gerak-gerik pergerakan tubuh ini. Namun diri ini begitu rendah dan hina untuk
diperlakukan seistimewa itu. Kadang kala diri ini lalai akan panggilan-Nya.
Sering kali langkah ini menyimpang dari jalan cahaya-Nya. Namun tiada
sedikitpun diri ini dibiarkan sesat dan memasuki jurang yang lebih dalam lagi.
Akan selalu ada hikmah yang Dia berikan, baik dari apa yang dilihat, di dengar,
hingga dari apa yang telah dialami. Dan rasa syukur yang tanpa batas sudah
sepatutnya dipanjatkan atas segala karunia yang Dia berikan. Hanya mencoba
untuk selalu berpikir positif saja adalah cara untuk menstimulus pengembangan
rasa syukur dalam hidup ini.
Hidup
ini indah, akan sangat di sayangkan apabila adanya perpecahan ataupun segala
bentuk kekerasan. Seperti penyampaian ilmu, ilmu itu indah, ilmu itu adalah
anugarah yang Allah berikan dan harus dapat digali lebih dalam agar setiap
insan menemukan esensial yang terkandung di dalamnya. Adalah sebuah kewajiban
untuk menyalurkan ilmu dari orang yang memiliki ilmu kepada sesamanya, karena
inilah salah satu dari sebuah langkah dakwah. Namun, akan sangat disayangkan
apabila ilmu yang telah Allah berikan sebagai amanat yang harus disampaikan
pada sesama tersebut jika disampaikan dengan cara yang tidak indah.
Ilmu
itu indah, haruskah disampaikan dengan cara setegang mungkin? Ilmu itu indah,
haruskah disampaikan dengan cara membentak-bentak? Ilmu itu indah, haruskan
disampaikan dengan cara marah-marah terlebih dulu? Ilmu itu indah, dan akan
lebih indah jika kita dekati ilmu seperti layaknya kita merindukan orang
tercinta. Ilmu itu indah, maka harus ada seni untuk mendekatinya.
Setiap
orang memiliki seninya masing-masing untuk mendekati ilmu. Seperti saya, yang
hanya mampu mendekati ilmu melalui berbagai gambar dan pergerakan-pergerakan
yang ku lakukan. Akulah manusia visual-kinestetik. Maka janganlah larang aku
tuk bergerak, dan jangan pula larang aku untuk menggambar. Begitupun dengan
yang lain, ada banyak cara untuk mendekati ilmu. Akan ada banyak cara mendekati
indahnya ilmu meski orang lain berkata “aneh”, namun itulah seni dalam
mendekati ilmu. Bebaslah berkarya! Bebaslah berekspresi! Bebaslah mengukir
sagala keindahan yang Allah anugerahkan melalui ilmu. Ilmu itu indah dan ilmu
itu tiada batasan yang membatasi, dan akan ada suatu titik di mana seseorang
semakin menggali keindahan ilmu, maka ia semakin merasakan tidak memiliki ilmu
apapun. Karena memang ilmu itu indah dan ilmu itu luas.
Created
By: Vivi Sophie Elfada
Desember,
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar