Selasa, 09 Juni 2015

Ketika Cahaya Mulai Meredup



Ketika Cahaya Mulai Meredup

Hari ini akhirnya datang juga, hari yang sebelumnya pernah terprediksi akan datang namun tak tahu kapan terjadinya, dan inilah harinya. Hari ini merupakan hari ketika cahaya mulai terasa meredup dan energi mulai menurun. Hari ini segala kekuatan untuk bertahan di tengah perantauan terasa tiba-tiba mulai menurun. Entah apakan yang sebenarnya terjadi, namun rasa ini tiba-tiba muncul saat cemburu mulai datang. Cemburu melihat foto jajaran teman-teman berbalut busana hitam putih yang di do’akan oleh salah satu inspirator dan isi do’a tersebut merupakan impian yang sangat ingin di capai di tahun ini. Secara emosional sontak ingin sekali mengatakan bahwa diri ini juga ingin seperti itu namun ada alasan yang membuat diri tak ada di sana. Ingin sekali rasanya diri mengatakan alasan yang bukan merupakan alasan mengada-ada faktor internal diri, namun menyalahkan faktor eksternalpun tiadalah arti. Namun secara logika, bukanlah menyalahkan ataupun membela diri atas segala rasa ini, justru ini semua karena rasa cemburu yang telah berkecamuk di relung hati.

Ketika cahaya meredup, ketika itu pula butuhkan penerang kembali. Ketika energi menurun, ketika itu pula butuhkan pengisi energi. Tiadalah guna tetesan air mata yang menetes ke permukaan bumi jika tak mampu mengubah nasib hari kemarin ataupun setidaknya mengubah cahaya ini semakin benderang. “Pulang”, ya, inilah satu-satunya jawaban dari segala kegundahan rasa. Pulang dari perantauan dan temukan lagi cahaya terang benderang itu. Pulang dan temukan lagin energi itu. Pulang ke tempat yang penuh dengan kenyamanan dan kedamaian. Sebenarnya kata pulang ini bukanlah tempat yang menjadi tujuan, namu tujuan pulang lebih berhaga dari itu, yaitu: orang tua.

Bukanlah diri yang belum mampu berdiri sendiri, bukanlah pula diri yang terlalu manja, namun orang tua sanggup membuat anaknya berada di puncak gunung ataupun di pelosok jurang gunung ketika orang tua merelakannya, karena Ridhlo orang tua adalah ridhlo Allah juga. Tiap anak pasti miliki keunikan tersendiri dalam mengungkapkan perasaannya kepada orang tua, ada yang langsung mengutarakan dengan kalimat yang jelas maknanya, namun ada juga yang mengutarakan dengan kalimat yang memiliki makna tersirat. Melalui cara apapun itu, orang tua pasti mengetahui makna yang terdapat di dalamnya, bahkan tanpa di ucapkan pun orang tua mampu merasa yang dirasakan anaknya karena ikatan batin yang terjalin begitu kuat.

Meminta do’a kepada orang tua merupakan salah satu ketenangan tersendiri atas segala kegelisahan yang ada. Tiap insan tak pernah tahu do’a siapa terlebih dahulu yang dikabulkan Allah, namun yang jelas ketika orang tua meridhloi, maka Allah juga akan meridhloi langkah yang dido’akan oleh orang tua. Ya, hari inilah merupakan hari ketika cahaya meredup sekaligus mulai benderang lagi. Langkah ini mulai tak kabur tersamarkan lagi karena pancaran cahaya do’a dari orang tua. Orang tua selalu menjadi tujuan pulang yang paling nyaman. Orang tua selalu menjadi penerang langkah ketika cahaya di jalanan mulai meredup.

Indramayu, 9 Juni 2015
Vivi Sophie Elfada
‪#‎NulisRandom2015
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar