Ketika
Cahaya Mulai Meredup
Hari ini akhirnya
datang juga, hari yang sebelumnya pernah terprediksi akan datang namun tak tahu
kapan terjadinya, dan inilah harinya. Hari ini merupakan hari ketika cahaya
mulai terasa meredup dan energi mulai menurun. Hari ini segala kekuatan untuk
bertahan di tengah perantauan terasa tiba-tiba mulai menurun. Entah apakan yang
sebenarnya terjadi, namun rasa ini tiba-tiba muncul saat cemburu mulai datang.
Cemburu melihat foto jajaran teman-teman berbalut busana hitam putih yang di
do’akan oleh salah satu inspirator dan isi do’a tersebut merupakan impian yang
sangat ingin di capai di tahun ini. Secara emosional sontak ingin sekali
mengatakan bahwa diri ini juga ingin seperti itu namun ada alasan yang membuat
diri tak ada di sana. Ingin sekali rasanya diri mengatakan alasan yang bukan
merupakan alasan mengada-ada faktor internal diri, namun menyalahkan faktor
eksternalpun tiadalah arti. Namun secara logika, bukanlah menyalahkan ataupun
membela diri atas segala rasa ini, justru ini semua karena rasa cemburu yang
telah berkecamuk di relung hati.
Ketika cahaya meredup,
ketika itu pula butuhkan penerang kembali. Ketika energi menurun, ketika itu
pula butuhkan pengisi energi. Tiadalah guna tetesan air mata yang menetes ke
permukaan bumi jika tak mampu mengubah nasib hari kemarin ataupun setidaknya
mengubah cahaya ini semakin benderang. “Pulang”,
ya, inilah satu-satunya jawaban dari segala kegundahan rasa. Pulang dari perantauan dan temukan lagi
cahaya terang benderang itu. Pulang dan
temukan lagin energi itu. Pulang ke
tempat yang penuh dengan kenyamanan dan kedamaian. Sebenarnya kata pulang ini bukanlah tempat yang menjadi tujuan, namu tujuan pulang lebih berhaga dari itu,
yaitu: orang tua.
Bukanlah diri yang
belum mampu berdiri sendiri, bukanlah pula diri yang terlalu manja, namun orang tua sanggup membuat anaknya
berada di puncak gunung ataupun di pelosok jurang gunung ketika orang tua
merelakannya, karena Ridhlo orang tua adalah ridhlo Allah juga. Tiap anak pasti
miliki keunikan tersendiri dalam mengungkapkan perasaannya kepada orang tua,
ada yang langsung mengutarakan dengan kalimat yang jelas maknanya, namun ada
juga yang mengutarakan dengan kalimat yang memiliki makna tersirat. Melalui cara
apapun itu, orang tua pasti mengetahui makna yang terdapat di dalamnya, bahkan
tanpa di ucapkan pun orang tua mampu merasa yang dirasakan anaknya karena
ikatan batin yang terjalin begitu kuat.
Meminta do’a kepada
orang tua merupakan salah satu ketenangan tersendiri atas segala kegelisahan
yang ada. Tiap insan tak pernah tahu do’a siapa terlebih dahulu yang dikabulkan
Allah, namun yang jelas ketika orang tua meridhloi, maka Allah juga akan
meridhloi langkah yang dido’akan oleh orang tua. Ya, hari inilah merupakan hari
ketika cahaya meredup sekaligus mulai benderang lagi. Langkah ini mulai tak
kabur tersamarkan lagi karena pancaran cahaya do’a dari orang tua. Orang tua
selalu menjadi tujuan pulang yang paling nyaman. Orang tua selalu menjadi
penerang langkah ketika cahaya di jalanan mulai meredup.
Indramayu, 9
Juni 2015
Vivi Sophie
Elfada
#NulisRandom2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar