Kamis, 12 Juli 2018

Pergeseran Nilai Perihal Privasi

Zaman dulu disaat sosmed belum booming, bagi yang mempunyai diary book (buku harian), jangankan untuk dibaca oleh orang lain, dibaca oleh sahabat, saudara, ataupun orang tuapun tidak boleh, bahkan mungkin ada yang sampai marah-marah ketika ada yang diam-diam membaca buku harian tersebut. Namun sekarang, segala aktivitas sengaja diumbar hingga tidak ada lagi batas antara publik dengan privasi. Entah apa yang ingin dikejar, entah apa yang ingin dipertontonkan, sepertinya hal demikian sudah menjadi hal yang lumrah di era kini bak seperti mengikuti trend bukan hanya artis yang bisa diliput infotaintment, diri sendiripun meski bukan artis bukan seleb bisa meliput info diri dengan harapan besok-besok bisa seperti bagian dari yang tenar.

Berpikir kalau sudah tenar, banyak follower, mengharapkan besok-besok ada yang meng-endorse, berpikir untuk mendapatkan uang itu mudah dengan hanya menjadi tenar. Ada juga yang hanya mengekor ikut-ikutan agar dibilang gaul kekinian, perasaan hati sudah berbangga seperti artis, sindrom diri seakan ada hal yang kurang dalam hidup tatkala belum meng-update status hari ini. Semua diliput, dari privasi semua ditabrak-tabrak menjadi publik. Antara privasi satu orang dengan orang lainpun ditabrak juga demi eksistensi.

"Kumpul dulu bersama keluarga."
" I love big family."
"Bahagia itu sederhana, cukup berkumpul dengan keluarga"
"Baiti Jannati, Rumahku adalah surgaku"
Caption boleh beragam, bagus, puitis, tapi bagaimana dengan foto atau video yang dibagikan di sosmed? Beraneka ragam, saling tabrak-menabrak antara privasi satu orang dengan orang lain. Maksudnya? Mari kita simak:

"Rumahku adalah surgaku"
Caption tersebut diunggah bersamaan dengan foto rumah dan keluarga. Bagus sekali memang kalimatnya, namun bagaimanakah dengan fotonya? Terlihat seorang suami berfoto dengan anak istrinya menghadap kamera, namun di sudut ruangan pada foto ternyata tertangkap kamera sang adik perempuan suami sedang makan tanpa mengenakan jilbab dengan pakaian pendek, sedangkan sehari-harinya ketika keluar rumah biasanya sang adik mengenakan jilbab menutupi seluruh auratnya. Saat sang adik melihat update status tersebut bagaimanakah perasaannya? Sedih,senang,ataukah marah? Atau hanya biasa-biasa saja? Tidak! Rasanya tentu campur-aduk.
Susah payah sang adik menjaga dirinya, menutupi seluruh aurat ketika keluar rumah, namun sang kakak dengan leluasa seenaknya saja mengumbar aurat sang adik di sosmed. Penikmat sosmed adalah pengguna seluruh dunia yang memiliki sosmed, artinya seluruh dunia tahu, melihat, dan menikmati tayangan yang dipublikasikan. Ketika sang adik protes pada sang kakak untuk dihapus, kemudian diindahkan oleh sang kakak dan dihapus,apakah masalah sudah selesai? Apakah kegundahan hati sang adik sudah lega? Tidak! Aurat yang terbuka saat foto tersebut terpampang di sosmed sudah terlanjur dinikmati para pengguna sosmed. Mungkin sebagian ada yang sudah men-save foto tersebut alias menyimpannya karena penasaran dengan sosok sang adik saat di dunia nyata benar-benar tertutup, mumpung nongol disosmed. Mungkin sebagian ada yang terus-terusan men-zoom alias memperbesar foto tersebut. Meski mungkin, 50% terjadi dan 50% tidak terjadi, tapi kembalikan pada diri sendiri, jikalau ada postingan yang menurut kita interest, maka siapa yang tidak sungkan untuk menyimpannya,bukan? Lalu bayangkan bagaimana perasaan sang adik, emang rela bagi-bagi bagian yang seharusnya tidak dipertontonkan umum? Maka disinilah saling tabrak-menabrak privasi. Demi eksistensi, semua diupdate tanpa difilter menabrak privasi orang lain. Ini adalah contoh kecil saja, belum banyak hal yang lain lagi. Sekalipun sudah dirumah yang dulunya tempat paling privat, ternyata di zaman kekinian rumah masih saja menjadi ruang umum yang bisa dilihat oleh publik. Maka dimanakah lagi batasan antara privasi dengan publik? Dimanakah lagi rasa malu di zaman kini? Masih tersisa dimana lagikah rasa malu di zaman kekinian ini?

Catatan ini hanya sebagai refleksi diri, self reminder, untuk berkaca kembali pada diri sendiri dan sekaligus berbagi keresahan hati tentang batasan privasi dengan publik, rasanya kini memang nilai-nilai sudah bergeser. Semoga kita adalah bagian dari orang-orang yang Allah selamatkan di dunia dan di akhirat. Semoga diselamatkan pula dari dibukakannya aib-aib diri. Tatkala privasi yang kita jaga dan tutup rapat-rapat di dunia nyata ternyata dishare juga oleh orang lain di dunia maya, mungkin bisajadi aib kita sedang dibukakan, maka selain berusaha menjaga diri, banyak-banyak berdo'a pula wajib hukumnya, meminta kepada Allah agar diselamatkan di dunia dan diakhirat serta diselamatkan pula dari terbukanya aib-aib kita. Karena perbedaan antara orang baik dengan orang buruk terkadang dari aibnya, orang baik masih dikatakan ia baik saat aibnya masih tertutup, namun orang lain akan menilai berbeda seketika saat tebukanya aib orang tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar